Entri Populer

Kamis, 03 April 2014

Cerbung -Love Story Of me- Part 2

Nih gua lanjutin cerbungnya , maaf ya kalo lama :D
enjoy :)
.
.
.
.
.

CHAPTER 2

         
To : Shelvi

    Hai, kamu pasti lagi bingung dimana pena kamu kan? Aku tahu loh dimana. Kamu temuin aku di lapangan basket ya. Nanti aku kasih pena kamu sekalian ada yang mau aku omongin sama kamu. See you J
 


                                                                                                        Riko.. 

          “Siapa nih orang, kok dia bisa tau pena gue?” beribu-ribu pertanyaaan melayang terombang-ambing di benak dan pikiran gue. Tanpa menunda waktu terlalu banyak lagi, gue segera melangkahkan kaki gue menuju lapangan Basket.

****

          Gue telah sampai dimana tempat yang dijanjikan si cowok misteri itu. Gue melihat di sekeliling gue. Tak ada orang satu pun. Gue menjadi ragu akan dari surat itu. Apa dia sudah pulang? Terus pena gue gimana? Dia siapa sih? Pertanyaan-pertanyaan itu pun muncul di dalam otak gue lagi.
          “Kamu Shelvi kan?” Suara seorang cowok yang begitu asing terdengar di telinga gue sangat jelas. Gue menoleh ke belakang. Dan ternyata orang yang berbicara tadi adalah cowok yang gue lihat di kelas tadi. Jadi namanya Riko toh. “I..iya. Lo Riko ya?”
          Dia mendekat dan makin mendekat. Tubuh gue kaku. Hati gue berdegup kencang. Mau apa nih cowok? OMG!
          “Tenang aja aku gak bakal ngapa-ngapain kamu kok. Biasa aja ekspresi muka nya” dia sedikit tertawa. Gue pun jadi salah tingkah. Gue tertawa kecil “Iya. Terus dimana pena gue?” gue berusaha tenang dan mulai mengalihkan pembicaraan. Dia merabah saku nya dan terlihat pena gue yang sekarang berada dalam genggamannya. “Pena gue?” gue sedikit melotot.
          “Biasa aja. Iya aku yang ngambil pena kamu. Maaf sebelumnya. Aku pikir dengan cara ini aku bisa ketemu dan ngobrol sama kamu” Tangannya membuka genggaman tangan gue dan memberikan pena itu kepada gue lagi.
          “Kenapa gak di kelas aja? Kan kita bisa ngobrol tanpa Lo ngambil pena gue.”
          Dia menunduk “Gue minta maaf. Gue malu.” Gue tertawa “kenapa mesti malu?”. Dia tak menjawab lagi. “Oke, kalo gak mau jawab gak papa. Terus Lo mau ngomong apa?” gue berusaha membuat suasana tak terasa tegang.
          Dia menarik nafas nya. Dapat dilihat dari dadanya yang bergerak dari bawah ke atas. “Kita belum kenalan kan? Aku boleh minta nomer kamu atau facebook kamu?”.
          “Tentu aja boleh”
          “Serius?”
          Gue mengangguk seraya mengiyakan permintaannya. Tanpa di komando lagi, Riko segera mengeluarkan handphone nya dari saku celananya. “Berapa?”.
          “0819..........”
          “Nama facebook kamu apa?”
          “Gue gak punya facebook” dalam batin gue, gue tertawa kecil. Senyuman gue tak dapat gue sembunyikan hingga dia pun berkata “kamu bohong ya?”. Gue pun melepaskan tawa gue di hadapannya. “hahaha kok Lo bisa tau sih?”. Riko tak menjawab namun tanpa dia menjawab pun gue udah tau dari cara nya yang sok-sokan membetulkan kerah bajunya. “oke gak usah di jawab. Gue udah tau kok Lo bakal nyombongin diri Lo dengan bilang gue gitu loh”.
          Tatapan mata nya berubah. Gue gak ngerti apa maksud dari tatapan mata tersebut tapi yang jelas gue gak mau tau. “jadi nama facebook kamu apa?”.
          Gue terdiam. Ingin sekali rasanya mengerjai cowok ganteng ini tapi karena gue gak tega akhirnya gue jawab aja “Shelvi Anatasya”.
          “Foto profil nya?”
          “ya jelas foto gue lah. Foto gue lagi pakek baju dress ungu”.
          “oke, nanti confir gue ya terus kita chattingan oke?:”
          “oke deh”. Suasana hening seketika. Gue bingung harus berkata apa lagi. Dan Riko pun mungkin sama dengan yang gue alami. Kami sama-sama terdiam hingga handphone gue berbunyi. Ringtone Never Say Never dari Justin Bieber pun terdengar nyaring di tempat sepi itu. Mata gue membulat ketika melihat nama yang nelpon gue. Bokap gue.
          Mampus dah gue, bokap gue nelpon. Pasti gue dimarahin nih. Batin gue gelisah. Kegelisahan itu juga dapat dirasakan Riko. “ada apa Vi? Kok telponnya gak diangkat?”. Gue tak menjawab namun gue menunjukkan handphone gue di hadapan Riko. Riko membaca “Bokap”.
          “Sini biar gue yang angkat”.
          Belum sempat gue menyatakan setuju atau tidaknya. Riko dengan sergap mengambil handphone di dalam genggaman gue.

(Via Telepon)
Riko            : hallo...
Bokap         : ini siapa ya? Shelvi mana?
Riko            : maaf om, saya teman Shelvi. Shelvi nya ada di samping saya kok om. Om gak usah khawatir. Saya akan menjaga anak om.
Bokap         : ohh.. sekarang kalian ada dimana?
Riko            : kami masih di sekolahan om. Di lapangan Basket. Kalau boleh saya ingin mengajak anak om untuk jalan-jalan sebentar.
Bokap         : boleh. Tapi ingat, jangan lama-lama dan jangan apakan anak saya.
Riko            : baik om. Saya jamin kalau Shelvi di dekat saya gak akan ada satu luka pun.
Bokap         : om pegang janji kamu!
Riko            : baik om.

          Percakapan lewat telpon dihentikan. Riko mengembalikan handphone gue. Muka gue rada gak senang gitu. Karena Riko seenaknya aja ngambil handphone gue. Riko menatap gue dengan penuh tanda Tanya di benaknya.
          “Shelvi? Kamu kenapa?”
          “gak!”
          “jalan yok!” mata membulat. Riko masih menunggu jawaban dari gue. Mukanya mulai berubah memelas. Ininih yang buat gue gak bisa nolak permintaannya. “Lo kenapa masang muka melas gitu sih? Iya deh gue mau” Riko kegirangan, namun dalam batin gue bergerutu.
          “Mau kemana sih?” pertanyaan gue ini mungkin membuatnya bingung. Sangat terlihat jelas dari raut mukanya yang berubah. Riko mengerutkan keningnya. Bola matanya memutar kesana kemari. Gue tahu pasti dia bingung mau ngajak gue kemana.
          Tak lama, raut muka Riko berbeda. Seperti telah menemukan suatu tempat. “Gue tau”. Alis mata gue mulai gue naikin. Gue mengerutkan kening gue. “kemana?”. Riko tak menjawab. Riko segera menggenggam tangan gue dan mengajak gue ke suatu tempat. Yang tiada lain adalah tempat parkir motornya.
          Gue makin bingung. Beribu-ribu pertanyaan di benak gue berkumpul. Menemukan suatu jawaban. “Lo mau ajak gue kemana sih? Gue jadi bingung deh”.
          “udah! Gak usah banyak tanya. Naik yok!” jawabnya dengan menaiki motor ninja berwarna ungu nya. Ungu, gue suka warna tersebut. Awalnya gue sempat menolak, namun Riko memaksa gue dan akhirnya gue ikutin aja. Gue naik ke motor kerennya itu. “Pegangan dong!”. Gue menuruti kemauannya. Gue memeluk erat tubuhnya saat diatas motor tersebut.

Beberapa menit berlalu…
Kita telah sampai ditempat tujuan. Gue tak begitu tahu dimana gue sekarang. Maklum aja, gue kan baru pindah kesini.
“kenapa? Gak pernah kesini ya?” suara tersebut mengejutkan gue. Gue senyum-senyum malu. “iya. Kan Lo tau sendiri gue baru pindah kesini”. Riko tersenyum. Dia mengangguk seakan mengerti posisi gue sekarang.
Riko mengeluarkan sesuatu benda dari sakunya. Sapu tangan berwarna ungu. Gue yakin pasti Riko suka sama warna ungu. Karena segala yang ia miliki berwarna ungu semua. “Lo mau ngapain?” gue melotot seketika.
Mau ngapain nih orang? Kok sapu tangannya di kasih ke gue. Ada apa ini? Sapu tangan tersebut semakin dekat dengan gue. Riko sekarang tepat berada di belakang gue. Sapu tangan tersebut sekarang telah menempel di mata gue. “Kenapa mata gue ditutup?”. Riko hanya menjawab singkat. “Ikutin aja”.

Gue tak menjawab. Entah kenapa tiba-tiba gue seakan pasrah. Gue ngikutin semua kemauannya. Seakan-akan gue telah dihipnotis. Gue tak memberontak sedikit pun. Riko mengajak gue ke suatu tempat yang gak gue tau. Bahkan gak pernah gue datengin.

-BERSAMBUNG-

gimana? penasaran dengan kelanjutannya? tetap stay di blog ini :) sertakan komentar kalian :)